Jakarta – Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) memiliki kewenangan untuk mengawasi dan memutus akses Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) bila melanggar peraturan perundangan-undangan yang berlaku. Begitu juga konten-konten negatif, termasuk judi online.
Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) bahwa pemerintah yang dalam hal ini Komdigi memiliki kewenangan untuk mengendalikan segala informasi dan transaksi elektronik yang memuat konten negatif dan melanggar peraturan perundang-undangan nasional.
Maka dari itu, Komdigi dapat melakukan pemutusan akses atau pemblokiran terhadap akses PSE. Amanah undang-undang itu diturunkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik yang kemudian dituangkan lagi secara detail dalam Peraturan Menteri (PM) Kominfo Nomor 5 Tahun 2020 tentang PSE Lingkup Privat.
Berdasarkan catatan pemberitaan detikINET, Senin (19/9/2022) Plt. Direktur Tata Kelola Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo, Teguh Arifiyadi mengatakan, pemerintah memiliki kewajiban untuk mengendalikan konten-konten internet negatif yang dilarang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
“Adapun kluster jenis konten yang dilarang dalam PP No 71/2019 disebutkan ada tiga jenis, yang pertama adalah konten yang melanggar peraturan perundang-undangan, yang kedua adalah konten yang meresahkan masyarakat dan mengganggu ketertiban umum, dan yang ketiga adalah konten yang menyediakan cara untuk mengakses konten-konten yang dilarang tersebut,” ujar Teguh.
Lebih lanjut, Teguh menyampaikan, contoh riil dari konten yang melanggar peraturan perundang-undangan seperti konten yang berkaitan dengan pornografi, perjudian, separatisme, radikalisme, dan konten-konten yang berkaitan dengan produk yang harus mendapatkan izin yang dijual secara ilegal.
Di samping, Komdigi juga mengawasi konten-konten terkait aplikasi atau situs-situs layanan fintech ilegal ataupun konten yang menurut masyarakat dianggap dapat mengganggu ketertiban umum.
Satu hal, Komdigi tidak memiliki wewenang untuk memutus secara langsung semua situs konten negatif yang tersebar di internet. Dalam hal pemblokiran ada beberapa batasan kewenangan Kominfo dalam memutus akses pemblokiran situs atau aplikasi internet.
Disampaikannya, ada beberapa batasan kewenangan dari institusi atau instansi, termasuk Kominfo dalam melakukan pemutusan akses atau pemblokiran konten digital. Sesuai PP Nomor 71 Tahun 2019 yang kemudian dituangkan secara detail dalam PM Kominfo Nomor 5 Tahun 2020 tentang PSE Lingkup Privat, Komdigi hanya punya kewenangan untuk melakukan pemutusan akses secara langsung pada konten perjudian dan pornografi.
Tercatat mulai dari Januari hingga 22 Agustus 2022, Komdigi telah melakukan pemutusan akses terhadap 118.320 konten kategori perjudian online. Menyangkut konten di luar judi dan pornografi, Teguh menjelaskan apabila itu berkaitan dengan kewenangan dari sektor lain, maka Komdigi hanya bisa dapat memutus konten tersebut setelah menerima rekomendasi dari instansi atau institusi pengawas atau sektor masing-masing.
Misalnya konten yang berkaitan dengan obat-obatan dan kesehatan, Komdigi tidak bisa memblokir langsung, baik itu di market place atau media sosial. Dalam hal ini. Komdigi harus mendapatkan rekomendasi dari BPOM atau Kemenkes untuk pemblokiran tersebut.
Adapun, pemutusan konten yang tidak terdaftar dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, Komdigi bisa memutus dalam hal konten yang berada pada sebuah situs. Kedua, Komdigi bisa memutus nama domain dari situs yang melanggar peraturan yang ditentukan.
Teguh mengatakan, pemutusan akses juga bisa dilakukan melalui pihak ketiga dalam hal konten yang berada pada platform misalnya media sosial berupa akun, narasi atau konten yang berkaitan dengan produk di marketplace. Untuk itu, Komdigi bisa melakukan itu dengan menjalin kerja sama kepada platform media sosial.
Dalam teknis kerja sama ini, Komdigi melalui sarana komunikasi khusus meminta kepada platform media sosial untuk segera menangani akun/konten yang dianggap melanggar peraturan perundang-undangan.
“Sesuai dengan PM Kominfo No 5/2020, pemerintah punya kewenangan untuk memberikan sanksi baik itu penghentian sementara maupun penutupan akses pemblokiran terhadap platform yang mengikuti ketentuan tersebut. Proses verifikasi atau penelitian itu dilakukan oleh lembaga yang memiliki kewenangan, dan Komdigi hanya melakukan verifikasi secara administratif terkait adanya rekomendasi dari lembaga untuk memutus konten tersebut dari internet,” jelas Teguh.
Sebelumnya, Ditjen Aplikasi Informatika Kementerian Komdigi sudah meluncurkan Sistem Aduan Instansi untuk mempercepat penanganan konten negatif di internet. Konten internet negatif yang dapat diadukan berupa website, aplikasi, konten, akun di platform media sosial, maupun platform digital lainnya.
“Dengan adanya Sistem Aduan Instansi diharapkan dapat memudahkan instansi sektor dan aparat penegak hukum dalam melakukan penanganan konten negatif. Dibuatnya sistem ini juga untuk mendukung amanat PM Kominfo 5/2020 tentang PSE Lingkup Privat,” jelas Dirjen Aptika Kominfo, Semuel Abrijani Pangerapan, saat acara Sosialisasi Sistem Aduan Konten Instansi, Selasa (21/9).
Pada Pasal 15 Ayat 3, lanjut Semuel, disebutkan bahwa PSE Lingkup Privat wajib melakukan take down terhadap informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang dilarang sesegera mungkin tanpa penundaan paling lambat empat jam setelah peringatan diterima.